Fatwa Abu Hurairah RA Kepada Wanita Pezina

Fatwa Abu Hurairah RA Kepada Wanita Pezina - Selama nafas masih dikandung badan tidak ada hak bagi manusia manapun untuk mengatakan bahwa seorang pendosa itu sudah tidak bisa di ampuni, atau seorang ahli ibadah itu yang mendapat ampunan.

Fatwa Abu Hurairah RA Kepada Wanita Pezina

Zaman ini, dimana dunia sudah sangat maju dan modern, segalanya begitu berkembang dan segalanya sudah serba mudah untuk didapatkan, namu masih menyisakan perjuangan yang harus diselesaikan, yaitu perjuangan untuk mewujudkan kemauan.

Dalam mengatualisasikan setiap kemauan dan keinginan setiap orang akan dihadapkan dengan berbagai persaingan, dan persaingan itu kadang memaksa orang untuk menghalalkan segala cara demi memenangkan persaingan itu.

Oleh karenanya potensi seseorang untuk melakukan kemaksiatan peluangnya sangat besar dan terbuka. Sehingga bila tidak fokus dan lurus pada nilai-nilai aturan normatif, bisa jadi seseorang akan terperangkap dalam kemaksiatan yang merugikan dirinya sendiri.

Bahkan tidak jarang, orang yang merasa sudah kepalang melintang dijalur yang penuh dengan kemaksiatan akhirnya dia tidak memiliki peluang untuk mengubah haluan kejalur yang penuh dengan cahaya terang menderang.

Namun, bilakah Anda bertemu dengan orang seperti itu, orang yang sudah kepalang dengan kemaksiatan kemudian ingin bertaubat, maka janganlah menganggap bahwa orang itu telah terlambat atau tidak akam diterima tobat.

Yuk... kita renungkan kisah sahabat abu Hurairah ketika dia dimintai fatwa oleh seorang wanita pezina yang ingin bertaubat....

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

"Pada suatu malam setelah salat Isya saya keluar bersama Rasulullah s.a.w. Tiba-tiba di hadapanku ada seorang wanita bercadar yang sedang berdiri di tengah jalan, seraya berkata, "Wahai Abu Hurairah! Sesungguhnya aku telah melakukan perbuatan dosa besar. Apakah masih ada kesempatan bagiku untuk bertaubat?" Lalu saya tanya wanita itu, "Apakah dosamu itu?" Dia menjawab, "Aku telah berzina dan membunuh anakku dari hasil zina itu." Kukatakan padanya, "Kau telah binasakan dirimu dan telah binasakan orang lain. Demi Allah, tidak ada kesempatan bertaubat bagimu." Mendengar jawabanku, wanitu itu menjerit histeris dan jatuh pingsan. Setelah siuman dia pun lantas pergi. Aku berkata di dalam hati, "Aku berfatwa, padahal Rasulullah s.a.w. ada ditengah-tengah kami?"

Pada pagi harinya aku menemui Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah! Tadi malam ada seorang wanita meminta fatwa kepadaku berkenaan dengan ini dan ini." Setelah mendengar penjelasan aku, beliau bersabda, "Innaa lillahi wa inna ilahi raajiun! Demi Allah, celakalah engkau dan telah mencelakakan orang lain. Tidakkah kau ingat ayat ini :

"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal soleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Furqaan: 68-70)

Maka aku keluar dari sisi Rasulullah s.a.w. dan berlari menyusuri gang-gang jalan Madinah, sambil bertanya-tanya, "Siapakah yang boleh menunjukkan aku kepada seorang wanita yang meminta fatwa kepadaku tentang begini dan begini tadi malam?" Sementara anak-anak bersorak, "Abu Hurairah sudah gila!" Hingga menjelang larut malam, baru aku menemukannya di tempat itu.

Maka kuberitahukan segera kepada wanita itu seperti apa yang dikatakan Rasulullah s.a.w. bahawa dia boleh bertaubat. Wanita itu kembali menjerit kegirangan seraya berkata, "Kebun yang kumiliki akan kusedekahkan kepada orang-orang miskin kerana dosaku."

Dari sekelumi kisah kehidupan yang dialami oleh Abu Hurairah di atas, sepantasnyalah menjadi pelajaran buat kita, bahwa sedikitpun tidak ada hak bagi kita untuk menjustifikasi seseorang dengan kemaksiatan yang tidak di ampuni.

Bilakah ada orang yang ingin kembali kejalan Allah, maka hendaklah disambut dengan senyuman, dan dengan petunjuk yang bisa menyejukannya.

Semoga sekelumit dari tulisan ini bisa menginspirasi siapapun untuk terciptanya baldatun toyyibatun warobbun ghofur. Wallahu a'lam