Mari Mencontoh! Rosulullah SAW Bukan Sosok Pemarah

Mari Mencontoh! Rosulullah SAW Bukan Sosok Pemarah
Mari Mencontoh! Rosulullah SAW Bukan Sosok Pemarah  - Hiruk pikuk kehidupan dimasa kini, perlu disikapi dengan pikiran dingin dan dewasa, oleh karena itu; mari mencontoh!, Rosulullah bukan sosok pemarah kendati ia dilempari kotoran oleh orang badui.


Etika dan estetika bukan sesuatu yang muncul tiba-tiba, tetapi merupakan karakter yang harus dibangun dan dikembangkan. Estetika/sopan santun dalam pergaulan atau mujammalah dengan berbagai kalangan adalah kunci keberhasilan hidup. Hal inilah yang dominan dicontohkan oleh Rosulullah saw untuk umatnya disepanjang masa.

Diawal kemunculannya Islam mengalami bebagai ujian dan rintangan, tentu saja yang harus langsung menghadapi tantangan itu adalah Rosulullah sendiri. Namun, semua itu berhasil dilewati dengan banyak pengorbanan dan akhirnya cahaya Islam mampu bertahan hingga saat ini.

Ada yang penting disini! Dari sekian sifat Rosulullah yang membuat perjuangannya berhasil membuahkan ketaatan kepada Allah bagi hampir semua masyarakat Arab adalah karena beliau bukan sosok pemarah.

Mari kita pelajari sifat dan kisahnya!. 

Diawal melakukan dakwahnya secara sembunyi-sembunyi hingga ajakan yang dilakukannya secara jelas terang-terangan, Baginda Nabi dihadapkan dengan berbagai cemoohan dari kebanyakan masyarakat Mekah pada waktu itu.

Demi menghentikan kegiatan Rosulullah saw, banyak dari mereka yang melontarkan ejekan, menyakiti dan melukai, tetapi perlakuan mereka yang keji itu tidak membuat Rasulullah menanggapinya dengan api amarah. 

Sebaliknya, Rasulullah sering membalas kedzaliman mereka dengan hal yang sebaliknya (penuh kasih sayang dan penghargaan).

Ketika Rasulullah tengah berjalan bersama Anas bin Malik, tiba-tiba Arab Badui itu menarik selendang Najran di kalungan lehernya dengan kasar. 

Begitu kerasnya tarikan si Badui, hingga membuat Nabi tercekik. Anas, seperti tercatat dalam Shahih al-Bukhari, sempat melihat bekas guratan di leher Nabi akibat perbuatan si badui itu.

“Hai Muhammad, beri aku sebagian harta yang kau miliki!” teriak si Badui, masih dengan posisi selendang mencekik Rasul.

Terhadap perlakuan ini, Nabi tidak dengan tergesa-gesa memberikan perlawanan, bahkan tidak memberikan perlawanan berarti, Nabi justru membalasnya dengan mulut tersenyum sambil memerintahkan Anas, “Berikanlah sesuatu.”

Itulah Rosulullah, ia senantiasa mengajarkan umatnya untuk tetap berakhlak dengan akhlak yang terbaik. Pengajarannya tidak melulu mengenai dunia, bahkan mengajarkan mengenai keutamaan akhirat.

Dengan merenungi kisah ini, aku teringat kepada Almarhum guruku; KH Anas Muhajir Pimpinan Ponpes Almunawar Jarnauziah (Pasir Bokor). 

Pada saat itu tiba-tiba ada seseorang dari luar pesantren sambil marah-marah mendatangi beliau, entah masalah apa waktu itu, aku lupa, namun intinya ketika para santri merasa geram dengan kelakuan orang itu dan ingin memberikan pelajaran atas ketidak sopanannya, beliau malah tersenyum sambil berkata; "ulah dianggap, engke oge bakal balik deui bari kaduhung" - tidak usah ditanggapi, nanti juga dia datang kembali penuh penyesalan -

Dan memang inilah fakta, ulama pesantren yang moderat itu benar-benar mengamalkan apa yang diajrakan oleh baginda Nabi secara maksimal. 

Tetapi, oleh mereka yang merasa paling islam, ulama-ulama ini sering dipandang sebelah mata, bahkan tidak sedikit yang diliberalkan karena dianggap tidak membela Islam ketika menunjukan mujammalah kepada non muslim.

Itu masih belum seberapa. Nabi bahkan pernah ‘dihadiahi’ kotoran hewan, pada punggung, di saat Nabi sedang sujud dalam shalat. Abdullah bin Mas’ud jadi saksi, yang kemudian direkam pula dalam Shahih al-Bukhari.

Ibnu Mas’ud melihat Nabi tengah bersembahyang di dekat Ka’bah, dan pada saat yang sama Abu Jahl dan gerombolannya duduk-duduk tak jauh dari situ.

“Siapa mau membawa kotoran-kotoran kambing, yang disembelih kemarin, untuk ditaruh di atas punggung Muhammad, begitu dia sujud?”

Abu Jahl berseru pada punakawannya. Satu dari mereka, yang tak lain adalah Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, al-Walid bin Utbah, Umayyah bin Khalaf, serta Uqbah bin Abi Mu’ith, itu bergerak mengambil kotoran. Mereka tunggu hingga Nabi sampai pada sujud.

Dan benar, sampai ketika Nabi sujud, ditaruhlah kotoran itu di antara dua bahu Nabi. Abu Jahl, punggawa Quraisy yang selalu berupaya menghancurkan Nabi itu, dan gerombolannya menyaksikan dengan tawa keras. 

Nabi tetap dalam sujud hingga Fatimah az-Zahra membersihkan sembari meneteskan air mata. Tapi Nabi bukan sosok pemarah, bukan pendendam.

Nabi tdak memerintahkan para Sahabatnya untuk membalas balik perlakuan Abu Jahl Cs. Beliau hanya berdoa, “Allahumma alaika bi Quraisy, alaika bi Quraisy, alaika bi Quraisy.” Ya Allah, binasakan mereka, bangsa Quraisy yang pongah itu.

Berbeda dengan hari ini, sedikit-sedikit, bila ada kritik atau menyinggung, pasti akan dikatakan sebagai kriminalisasi ulama. 

Kriminalisasi disini sungguh menjadi sangat kontras, seperti melupakan pesan dari sang Nabi saw "jangan marah", namun betapa kalimat-kalimat yang keluar seperti sengaja untuk mengubah image Islam yang sebenarnya, yakni Islam yang Rahmatan lil'alamin.

Demikian postingan mengenai Mari Mencontoh! Rosulullah SAW Bukan Sosok Pemarah pada kesempatan kali ini.

Semoga, semakin waktu berkembang, kedewasaan umat muslim akan semakin berkembang, sehingga mampu menelorkan generasi yang sangat kuat untuk menjadi pewaris sejati dari ajaran ilahi yang dibawa sang Nabi.

Wallahu a'lam