Sholawat adalah bagian nyata dari kebiasaan orang muslim dalam memuliakan Nabinya. Dengan membaca sholawat gambaran kecintaan umat muslim kepada Nabi saw yang menjadi anutannya adalah sikap yang tidak bisa ditawar lagi. Untuk mengetahui hal detil mengenai sholawat dan keutamaannya maka posting ini sangat membantu dalam memberikan penjelasan mengenai hakikat dari sholawat ini. Mari kita kaji bersama!
Safinah; WA SHOLALLAHU WA SALLAMA ‘ALA SAYYIDINAA MUHAMMAD KHOTAMIN-NABIYYIINA WA ‘ALA AALIHI WA SHOHBIHI AJMA’IINA
(Sholawat Allah dan Salamnya kepada tuan kami Muhammad yang menjadi penutup para nabi serta keluarga dan para sahabatnya sekalian)
WA SHOLALLAHU; yakni kepada –Nabi- Allah senantiasa menambahkan kasih dan keagungan. SALLAMA; yakni kepada –Nabi- Allah senantiasa menambahkan penghormatan yang tinggi hingga mencapai derajat yang sangat tinggi di sisiNya.
PERSOALAN
Isma’il (Ibnu Musa) Al-Hamidiy berkata;
jika dikatakan; “Rahmat bagi Nabi itu sudah -jelas- hasilnya, maka memintanya (Rahmat) adalah mencari hasil yang sudah didapatkan! Maka, untuk menanggapinya; bahwasannya yang dimaksud denga sholawat kita kepada Nabi adalah meminta Rahmah yang belum terjadi, sesungguhnya tidak ada waktu selain disana terdapat rahmat yang belum dihasilkan, maka tiada henti terus naik pada kesempurnaan yang tiada ujungnya. Kemudian, menurut pendapat yang shohih; dia itu mengambil manfaat dari shalawat kita kepada Nabi.
jika dikatakan; “Rahmat bagi Nabi itu sudah -jelas- hasilnya, maka memintanya (Rahmat) adalah mencari hasil yang sudah didapatkan! Maka, untuk menanggapinya; bahwasannya yang dimaksud denga sholawat kita kepada Nabi adalah meminta Rahmah yang belum terjadi, sesungguhnya tidak ada waktu selain disana terdapat rahmat yang belum dihasilkan, maka tiada henti terus naik pada kesempurnaan yang tiada ujungnya. Kemudian, menurut pendapat yang shohih; dia itu mengambil manfaat dari shalawat kita kepada Nabi.
Namun, tidak sepatutnya orang yang bersholawat itu memiliki maksud untuk itu, akan tetapi dengan maksud bertawasul kepada Tuhannya dalam menggapai maksudnya.
Tidak boleh mendo’akan Nabi SAW dengan –sesuatu- yang tidak ada tuntunannya seperti dengan –lafadz- “Rohimahullahu” tetapi, yang sesuai dan pantas kepada para nabi adalah do’a dengan “as-sholatu was-salaam”. Kepada para Sahabat Nabi, Tabi’in, para Wali dan Syeikh dengan “tarodly” (memohon keridloan), kepada selain mereka cukup dengan du’a apapun”.
‘ALAA SAYYIDINA MUHAMMAD adalah nama Nabi yang paling istimewa. Yang menamai beliau dengan Muhammad adalah kakeknya Abdul Muthalib pada hari ketujuh dari kelahirannya –hal itu- dikarenakan ayah kandung Nabi meninggal sebelum hari kelahiran Nabi. Ditanyakan kepada Abdul muthalib; "kenapa anda menamainya dengan Muhammad dan bukan dari nama-nama nenek moyangmu dan tidak pula dari kaummu? Maka, beliau menjawab; aku berharap dia akan dipuji di langit dan di bumi". Sungguh Allah SWT telah mewujudkan harapannya.
Diceritakan pula bahwa; yang memberikan nama Muhammad kepada Nabi adalah ibunya, malaikat datang kepadanya kemudian berkata; "engkau telah mengandung seorang tuan bagi manusia, maka namailah dia dengan Muhammad".
Sesungguhnya –penulis safinah- menghadirkan sholawat kepada Rasulullah SAW pada awal tulisannya karena mengamalkan –sebuah- hadits qudsi yaitu firman Allah Ta’ala; “hambaku! Engakau belum bersyukur kepadaku apa bila engkau belum berterima kasih kepada orang yang Aku telah mengalirkan nikmat di atas kedua tangannya” (kanzul ‘amal, no; 8625) dan tidak ada keraguan bahwasannya Nabi SAW adalah perantara yang agung bagi kita dalam setiap nikmat, bahkan dia adalah asal dari keberadaan semua makhluk, Nabi Adam dan yang lainnya.
Dan –juga mengamalkan- sabda Nabi SAW; “barang siapa membaca shalawat kepadaku dalam sebuah tulisan maka, malaikat tak akan henti-hentinya membaca shalawat kepadanya selama namaku –tercantum- dalam tulisan itu” (kanzul ‘amal, no; 2243).
‘Abdul Mu’thi (bin Salim) As-samlawie terkait makna hadits ini beliau mengatakan bahwa; barang siapa menuliskan kata ‘as-sholatu’ dan ‘shollaa’ atau membaca kata ‘as-sholatu’ yang ditulis dalam catatan atau surat maka malaikat tak akan berhenti mendoakan orang tersebut dengan keberkahan dan memohon pengampunan untuknya.
KHOTAMIN-NABIYYIINA (penutup para Nabi), dengan difatahkan –huruf- TA dan –bisa juga- kasrah –menjadi KHOTIMIN-NABIYIINA-. –dibaca dengan- kasrah ini lebih masyhur dikalangan para ulama. Senada dengan ini didalam kitab ‘al-misbah’ di sebutkan FALAA‘ NABIYYA BA’DAHU SAW; tidak ada Nabi setelah Nabi SAW’. Maka, Rosulullah SAW adalah akhir dari para Nabi dalam keberadaannya dengan menilik pada tubuh dzohirnya yang terlihat.
WA AALIHI (dan keluarganya) mereka adalah semua umat yang memiliki hak ijabah/dijawab do’a-do’anya. Sebab ada khobar ; “keluarga Muhammad adalah semua orang yang bertaqwa” diterbitkan oleh At-Thobroniy (al-jaami’us-shogier, no; 15) dan itu lebih sesuai pada ranah do’a kendati mereka umat yang bermaksiat, karena mereka lebih membutuhkan do’a dari orang lain selain mereka. Adapun kelauarga Nabi pada ranah zakat, maka yang dimaksud adalah bani hasyim dan bani muthalib.
WA SHOHBIHI (para sahabat Nabi) adalah orang yang berkumpul serta beriman bersama Nabi Saw setelah diutus menjadi Rasul, kendati sebelum diperintah untuk berdakwah pada waktu beliau masih hidup dengan kebersamaan yang saling mengenal pasa waktu nabi berada di bumi, walaupun dalam keadaan gelap, karena orang buta dan tidak dapat merasakannya, bukan mumayiz, saling berpapasan kendati salah satunya dalam keadaan tidur, belum pernah berkumpul bersama tetapi sempat melihat Nabi dari jauh atau Nabi yang melihatnya kendati dari jarak yang jauh serta hanya sesaat.
Berbeda dengan pengikut sahabat Nabi, maka tidak dapat disebut pengikut sahabat kecuali dengan kebersamaan menurut adat kebiasaan atas pendapat paling soheh menurut para ahli ushul fiqih dan tidak cukup dengan hanya berjumpa.
Berbeda dengan pertemuan antara para sahabat dengan Nabi SAW, karena berkumpul bersama Nabi meninggal bekas cahaya di dalam hati berbanding dengan berlipat bekas cahaya yang ditinggalkan kerena berkumpul dengan sahabat dan yang lainnya dalam waktu yang lama.
Tetapi, Ahmad (bin Muhammad) as-Suhaimiy, beliau berkata; At-Tabi’iy adalah orang yang berjumpa dengan sahabat Nabi kendati hanya sebentar saja dan belum mendengar apa-apa darinya.
Kemudian ketahuilah! Bahwasannya Kholifah yang empat itu dalam hal keutamaan berdasarkan pada urutan mereka dalam menjadi Khilafah (pemimpin) menurut ahlis-sunnah. Maka yang paling utama adalah Abu Bakar, namanya adalah ‘Abdullah, kemudian ‘Umar kemudian ‘utsman kemudian ‘Ali, semoga Allah selalu meridhai mereka. Hal itu di tunjukan sebuah hadits dari Ibnu ‘Umar;
“kami berbicara dan Rosulullah Shollallahu ‘Alalihi Wasallama mendengarkan; yang terbaik dari umat ini setelah Nabinya adalah Abu Bakar kemudian ‘Umar kemudian ‘Utsman kemudian ‘Ali. Terus beliau tidak melarang kami”.
Kemudian dibelakang mereka berempat dalam keutamaan tinggal enam orang mereka adalah; Tolhah, Zubair, ‘Abdurrahman, Sa’ad, Sa’ied dan ‘Amir. Dan tidak ada nas mengenai macam-macam keutamaan mereka dalam hal siapa yang paling utama. Maka kami tidak berbicara tentang itu. Adapun orang yang berkumpul bersama para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW disebut sebagai Hawariyyun.