Rukun Islam 3 ZAKAT

Rukun Islam 3 akan mengulas pembahasan mengenai zakat yang wajib dikeluarkan oleh semua umat muslim (zakat fitrah) dan zakat yang wajib dikeluarkan oleh orang yang sudah mencapai ukuran nishab pada harta yang dimilikinya. Namun, tidak hanya itu, ketepatan sasaran dalam menyalurkan zakat akan membawa orang yang mengeluarkan zakay kepada derajat yang sangat tinggi. Pada bagian ini syekh Nawawi Banten akan mengupasnya dengan detail. Selamat mengkaji!

RUKUN ISLAM YANG KE-3
Safinah : MENDATANGKAN ZAKAT
Maksudnya adalah memberikan zakat kepada orang yang dianggap sebagai bagian dari orang yang berhak menerima zakat. Apabila memungkinkan memberikan jakat itu secara menyeluruh kepada para mustahik.

Rukun Islam ke 3 adalah zakat

Para mustahik zakat ini semuanya ada 8 macam;

1. Orang Faqir
Orang faqir/sengsara adalah orang yang sama sekali tidak memiliki harta dan tidak punya pekerjaan yang halal. Maksud dari pekerjaan disini adalah mencari penghidupan. Atau orang yang memiliki harta yang halal tetapi tidak dapat memenuhi dan menutupi rasa laparnya secara normal ketika hartanya digunakan untuk itu. ini menurut pendapat yang mu'tamad. Apa lagi bila dia tidak memiliki pekerjaan dan hartanya tidak bisa menutupi setengah dari kebutuhan selama hidupnya yang normal. 

Seperti seseorang yang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari adalah Rp.10000,- tetapi setelah hartanya dihitung-hitung hanya bisa menutupi kurang dari setengah kebutuhan hidup sehari-harinya yakni hanya bisa menggunakan sebesar Rp.4.000,- atau kurang dari itu.

Berbeda dengan orang bisa memenuhi setengah dari kebutuhan hidupnya maka orang tersebut berkategori miskin.

Apabila seseorang memiliki usaha maka dihitung dari kebutuhannya sehari-hari. 
Atau dia hanya memiliki pendapatan yang halal saja tetapi tidak mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Seperti orang yang kebutuhan sehari-harinya adalah Rp 10.000,- kemudian setelah bekerja ternyata pendapatannya hanya Rp.4000,-/hari bahkan kurang.

Atau seperti orang yang memilikik harta dan pekerjaan tetapi setelah digabungkan antara harta dengan hasil pekerjaannya masih tidak sampai pada setengah dari kebutuhan hidupnya, maka dia tetap berstatus sebagai faqir.


2. Orang Miskin
Orang miskin adalah orang yang memiliki kemampuan dalam harta atau memiliki pekerjaan atau memiliki kemampuan atas keduanya. Kemudian dari harta dan hasil pekerjaannya mampu menutupi setengah kebutuhan sehari-harinya atau lebih tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan normalnya.

Seperti orang yang dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya dengan Rp.10.000,-/harinya, tetapi harta dan hasil pekerjaannya hanya sampai Rp.5000,- atau maksimal Rp.9000,-/hari.

Status fakir dan miskin seseorang bisa terhalang oleh nafakah yang diberikan suami atau kerabatnya seperti ayah dan kakek, tetapi tidak termasuk oleh paman. Sama halnya dalam urusan yang sunnah; kasab bisa membuat seseorang terhalang dari amalan sunnah, karena dengan kasabnya seseorang telah disibukan oleh kekayaannya.

Kesibukan untuk ilmu syari'at atau ilmu alat tidak bisa dihalangi oleh kefakiran seseorang. Tetapi, kasab bisa menghalangi seseorang dari kesibukan ilmu syari'at dan ilmu alat karena hukumnya adalah fardu kifayah jika didalamnya melibatkan banyak orang. Tetapi, jika tidak ada orang lain yang melakukan kajian syara' dan ilmu alat maka hukumnya menjadi fardu 'ain. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Syikhuna Ahmad an-Nahrawi.

Disamping itu kefakiran seseorang juga tidak dapat dicegah oleh karena tempat tinggal, pembantu, pakaian, koleksi buku-buku yang dibutuhkan, kepemilikan harta di tempat yang jauh lebih dari dua marhalah atau harta pinjaman. Maka dalam kondisi seperti itu dia diberi bagian zakat sesuai dengan yang dia butuhkan sampai dia sampai kepada hartanya atau sampai lunas utangnya. Karena dalam keadaan seperti itu maka seseorang telah menjadi faqir atau miskin.

3. 'Amil
Seperti yang menjalankan pengambilan zakat dari para pemilik harta. Sekretaris atau yang menuliskan setoran zakat dari para pemilik harta. Penyalur yang mendistribusikan zakat kepada para mustahiknya. Orang yang mengumpulkan para mustahik untuk mendapatkan bagiannya atau orang yang dianggap memiliki bagian atas zakat tidak termasuk penghulu dan wali.

4. Mualaf yang ditetapkan oleh imam
Para mualaf ini ada 4 golongan:

  1. Orang yang masuk islam tetapi masih lemah keyakinannya. Keyakinan yang dimaksud adalah iman. 
  2. Orang yang masuk Islam dan sudah kuat keyakinannya serta memiliki kemuliaan dan bisa menarik keislaman yang lainnya oleh sebab dia diberi zakat. 
  3. Orang yang bisa melindungi kita dari keburukan orang-orang kafir yang ada disekitarnya. 
  4. Orang yang melindungi kita dari orang-orang yang menghalangi zakat
Dua bagian terakhir ini (bagian 3 dan 4) keduanya diberi zakat apabila bisa lebih memudahkan kita dari pada mengurus tentara yang akan kita kirim untuk menundukan orang yang masih kafir atau golongan yang menghalangi zakat. Adapun dua bagian pertama (bagian 1 dan 2) maka tidak ada syarat dalam memberikan zakat kepada mereka.

5. Riqob / Hamba sahaya
Mereka adalah para budak yang dibeli dengan perjanjian yang tertulis. Karena selain dari para budak dalam status riqab tidak bisa memiliki hak zakat. Apa bila riqab itu bukan milik orang yang tidak wajib zakat walaupun dia masih kafir, golongan hasyim dan golongan muthalib, maka mereka diberi bagian seukuran hal yang bisa membantu membebaskan mereka jika mereka tidak memiliki kecukupan untuk melunasi cicilan mereka, kendati hal itu diluar izin dari tuannya.

Disyaratkan ada kebenaran dalan keberadaan perjanjian riqab ini dengan memenuhi syarat dan rukunnya. Adapun rukun perjanjian riqab ini ada 4;

  1. Roqiq (orang yang menjadi budak) dan disyaratkan dia menjadi budak dengan keinginan sendiri, bukan anak kecil, tidak gila, dan tidak terkait dengan hak yang mengikat seperti gadai.
  2. Adanya shighat dengan syarat-syaratnya, yaitu; ucapan yang menunjukan pada terjadinya perjanjian, ijab seperti; "kamu bisa mencicil bayaran untuk memerdekakan dirimu dengan dua dinar dalam tempo waktu dua bulan jika kamu melunasinya maka kamu merdeka", kobul (penerimaan) seperti; "aku menerima perjanjian itu".
  3. 'Iwad/pengganti. Syaratnya adalah 'iwad itu berupa piutang atau manfaat yang di utangkan dengan dua kali cicilan atau lebih dan tidak boleh kurang dari dua kali cicilan serta diharuskan menjelaskan ukuran pengganti, sufatnya, jumlah cicilannya dan bagian setiap cicilan.
  4. Tuan yang membeli roqiq. Syaratnya yang menjadi tuannya harus berdasar pada keinginannya sendiri, memiliki kerelaan karena Allah dan sanggup untuk mengurus. Maka tidak sah perjanjian perbudakan ini dari seseorang yang dipaksa dan yang berstatus sebagai mukatab kendati di izinkan oleh tuannya, tidak sah pula dari seorang anak kecil, orang gila, dalam pingitan dan walinya bukan orang dalam status tahanan karena utang, bukan dari golongan murtad karena hak milik orang murtad dalam status ditangguhkan.
Diperbolehkan memberikan zakat kepada mereka sebelum lunas cicilannya. Hal itu menurut kaul Ashah/paling benar. Diperbolehkan pula memberikan zakat itu kepada tuannya dengan ada izin dari budaknya. Namun jika zakat diberikan kepada tuannya, maka akan menggugurkan perjanjian dengan ukuran yang diberikan kepada tuannya. Karena orang yang membayar utang orang lain tanpa izin, maka orang lain tersebut terbebas dari tanggung jawabnya.


Adapun abid mukatab yang perjanjian mukatabnya rusak adalah orang yang tidak memenuhi keempat rukun diatas dan syaratnya. Maka kepadanya tidak diberikan bagian zakat.

6. Gharim (orang yang terlilit utang)
Gharim terbagi atas 3 bagian, yaitu:

  1. Orang yang memiliki utang dalam tanggungannya sendiri dalam urusan yang mubah, baik dalam ketaatan atau bukan. Jika dia menggunakan hasil pinjaman utangnya untuk kemasiatan atau selain dari yang mubah/diperbolehkan seperti minum miras kemudian dia taubat serta dianggap benar taubatnya atau jika dia menggunakan hasil pinjaman utangnya dalam hal yang mubah, maka dia diberi bagian seukuran kebutuhannya untuk melunasi utang yang sudah jatuh tempo.
  2. Orang yang berutang dengan tujuan mendamaikan keributan yang terjadi pada masyarakat. Seperti mencegah terjadinya fitnah diantara dua kelompok masyarakat yang berselisih karena sebab terjadinya pembunuhan walaupun yang dibunuh itu selain dari pada manusia walau anjing sekalipun yang dibunuh tersebut. Kemudian orang ini menanggung pinjaman untuk menenangkan fitnah yang terjadi. Maka, orang ini diberi bagian zakat kendati dia merupakan orang kaya.
  3. Orang yang berhutang karena tanggung jawab. Orang ini diberi bagian zakat jika dia seorang yang miskin karena tanggungannya kendati dia bukan seorang yang sukarela atas tanggungannya atau orang ini memang miskin tetapi dia sukarela dalam tanggungannya. Berbeda dengan orang yang memiliki tanggungan karena ada izin/bukan sukarela.
7. Sabilullah (tentara yang berperang) 
Sabilullah adalah orang-orang yang berperang karena Allah SWT, yaitu mereka yang tidak di gaji. Maka mereka diberi bagian zakat kendati sebagian mereka itu adalah orang-orang kaya. Tujuannya adalah membantu mereka atas peperangan yang mereka jalani.

8. Ibnus Sabil
Ibnus Sabil terbagi atas 2 bagian; 
  1. Majazi yaitu orang yang memulai perjalanan dari negara yang ada harta zakatnya
  2. Hakiki yaitu orang yang dalam perjalanan dan melewati negara yang terdapat harta zakatnya. Jika dia membutuhkan seperti dikarenakan dia tidak memiliki sesuatu yang bisa menyampaikan perjalanannya pada tempat yang dia tuju atau kepada harta yang akan dia tuju. Maka orang ini diberi bagian dari zakat. Begitu juga orang yang dalam perjalanan dan memiliki harta yang berada dinegeri yang akan dia singgahi, maka dia diberi bagian zakat jika perjalanan yang dilakukannya bukan perjalanan maksiat.
Imam Fayumi didalam kitab al-Mishbah mengatakan; "dikatakan: Orang yang dalam perjalanan adalah ibnu sabil karena dia berada dijalan". Para ulama mengatakan; yang dimaksud dengan ibnus sabil adalah orang yang terpisah dari hartanya.